Mengenal Lebih Jauh tentang Notaris

Oleh: admin

Apasih Notaris itu? disini kita memperluas pengertian tentang Notaris. Berikut  Penjelasannya

1. Pengaturan Jabatan Notaris

Jabatan Notaris ini diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117. Sebelum diundangkannya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004, jabatan Notaris diatur berdasarkan Ordonansi Staatsblad 1860 Nomor 3 (Regelement op Het Notaris Ambt in Indonesie) sebagaimana yang telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara Tahun 1945 Nomor 101. Selain itu juga terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai jabatan Notaris meskipun telah dicabut dan tidak berlaku lagi, yakni:

a. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris

b. Undang-undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Nomor 700)

c. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 tentang Sumpah/Janji Jabatan Notaris

Selain itu juga, dalamn hal menjalankan tugas dan wewenangnya, segala tindak-tanduk seorang Notaris juga harus memperhatikan Kode Etik Notaris.

2. Pengertian Jabatan Notaris

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004,  Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini. Definisi yang diberikan Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 merujuk pada tugas dan wewenang Notaris yakni sebagai pejabat umum yang berwewenang untuk membuat akat otentik serta kewenangan lainnya yang diatur dalam undang-undang Nomor 30 Tahun 2004. Pembutan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hokum.

Istilah-istilah atau pengertian dari jabatan atau pejabat berkaitan dengan wewenang[1]. Jabatan  merupakan subjek hokum (persoon), yakni pendukung hak dan kewajiban. Oleh Hukum Tatanegara kekuasaan tidak diberikan kepada pejabat (orang) tetapi diberikan kepada jabatan (lingkungan pekerjaan). Sebagai subjek hokum yaitu badan hokum maka jabatan itu dapat menjamin kontinuitet hak dan kewajiban. Pejabat (yang menduduki jabatan) selalu berganti-ganti, sedangkan jabatan terus-menerus[2].

Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hokum. Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh Negara[3]. Menempatkan Notaris sebagai jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hokum untuk keperluan dan fungsi tertentu (kewenangan tertentu) serta bersifat berkersinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap[4]


3. Pengangkatan dan Pemberhentian Jabatan NotarisBerdasarkan Pasal 2 Undang-undang Nomor 30 tahun 2004, seorang Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri, dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM.

Seseorang agar dapat diangkat menjadi seorang Notaris harus memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut mutlak harus dipenuhi, yang diatur dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004, yakni:

a. Warga Negara Indonesia;

b. Bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa;

c. Berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;

d. Sehat jasmani dan rohani

Yang dimaksud dengan seaht jasmani dan rohani adalah bahwa mampu secara jasmani dan rohani untuk melaksanakan wewenang dan kewajiban sebagai Notaris

e. Berijasah sarjana hokum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan:

f. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 (duabelas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua;

Yang dimaksud dengan prakarsa sendiri adalah bahwa calon Notaris dapat memilih sendiri di kantor yang diinginkan dengan tetap mendapatkan rekomendasi dari Organisasi Notaris

g. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat Negara, advokad atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.

Yang dimaksud dengan pegawai negeri dan poejabat Negara adalah sebagimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 199 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 tahun  1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Yang dimaksud dengan advokad adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokad.

Lazimnya jabatan lain, sebelum seorang calon Notaris memamngku Jabatan Notaris harus mengucapkan sumpah/janji yang sebagaimana telah diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Nomo 30 Tahun 2004 menurut agamanya di hadapan Menteri atau pejbatan yang ditunjuk. Pengucapan janji/sumpah ini dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal keputusan pengangkatan sebagai Notaris. Dalam hal ini, jika pengucapan sumpah/janji tidak dilakukan maka keputusan pengatan Notaris dapat dibatalkan oleh Menteri.

Setelah seorang Notaris diangkatan dan mengucapkan sumpah/janji, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pengambilan sumpah/janji, memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan. Kewajiban tersebut diatur dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 yang berupa:

a. Menjalankan jabatannya dengan nyata;

b. Menyampaiakn berita acara sumpah/janjijabatan Notaris kepada Menteri, Organisasi Notaris dan Majelis Pengawas Daerah; dan

c. Menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan dan paraf serta teraan cap/stempel jabatan Notaris berwarna merah kepada Menteri dan pejabat lain yang bertanggung jawab di bidang agrarian pertanahan, Organisasi Notaris, Ketua Pengadilan Ngeri, Majelis Pengawas daerah serta Bupati atau walikota di tempat Notaris diangkat.

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengetahui Notaris yang bersangkutan telah melaksanakan tugasnya dengan nyata.

Selain mengatur mengenai pengangkatan, Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 juga mengataur mengenai pemberhentian Notaris yakni diatur dalam Bab II Bagian Kedua Pasal 8 sampai dengan Pasal 14. Berdasarkan Pasal 8 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004, Notaris dapat berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena:

a. Meninggal dunia;

b. Telah berumur 65 (enem puluh lima) tahun:

Ketentuan mengenai usia ini dapat diperpanjang samapi dengan umur 67 (enam puluh tujuh) tahun dengan mepertimbangkan kesehatan Notaris tersebut.

c. Permintaan sendiri;

d. Tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;

Ketidakmampuan secara rohani dan/atau jasmani secara terus menerus dalam hal ini harus dibuktikan dengan surat dari keterangan dokter ahli.

e. Merangkap jabatan.

Pengaturan di atas tersebut mnegatur mengenai berhenti atau diberthentikannya serorang Notaris secara tetap. Notaris dapat diberhentikan sementara dari jabatannya dikarenakan:

a. Dalam proses pailit atau penundaan pembayaran hutang;

b. Berada di bawah pengampuan;

c. Melakukan perbuatan tercela;

Yang dimaksud dengan perbuatan tercela adalah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan dan norma adat.

d. Melakukan pelanggaran terhadap kewajiban.

Mengenai pemberhentian sementara Notaris ini tidak serta merta diberhentikan tetapi Notaris diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri secara berjenjang di hadapan Majelis Pengawas, maksudnya pembelaan ini dilakukan mulai dari Majelis Pengawas Daerah, Majleis Pengawas Wilayah hingga Majelis Pengawas Pusat. Notaris yang diberhentikan secara sementara ini dapat diangkat kembali menjdi seorang Notaris sebagaimana yang telah diatru dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004.

Berdasarkan Pasal 12 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004, Notaris dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usulan majelis Pengawas Pusat apabila:

a. Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap;

b. Berada dibawah pengampuan secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;

c. Melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan Notaris; atau

d. Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiaban dan larangan jabatan.


4. Kewenangan, Kewajiban dan Larangan Jabatan NotarisMengenai kewenangan Notaris diatur dalam Bab III Bagian Pertama Pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004. berdasarkan pasal tersebut Notaris berwenang untuk membuat akta otentik semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan groose, salinan dan kutipan akta, semua itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh udang-undang. Selain itu juga, Notaris memiliki keweangan lainnya yakni berupa:

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bwah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

c. Membuat kopi dari surat asli surat-surat di bawahtangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi demngan surat asli;

e. Memberikan penyuluhan hokum sehubungan dengan pembuatan akta;

f. Membuat akta yang berkaiatan dengan pertanahan; dan

g. Membuat akta risalah lelang.

Dalam menjalankan jabatannya soerang Notaris memiliki kewajiban-kewajiban yang sebagaimana diatur dalam Bab III bagian Kedua Pasal 16 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004. Seorang Notaris wajib bertindak jujur, seksama dan tidak memihak. Kejujuran merupakan hal yang penting karena jika seorang Notaris bertindak dengan ketidakjujuran maka akan banyak kejadian yang merugikan klien bahkan akan menurunkan ketidak percayyan klien terhadap Notaris tersebut. Kesaksamaan bertindak merupakan salah satu hal yang juga harus selalu dilakukan seorang Notaris[1]. Selain itu juga dalam melaksankan jabatannya Notaris juga berkewajiban untuk menjaga kerahasiaan klien, membuat dokumen atau akta yang diminta oleh klien,mambuat daftar akta-akta yang dibuatnya, membacakan akta di hadapan para pihak, menerima magang di kantornya. Mengenai kewajiban Notaris ini diatur dalam Bab III Bagian Kedua Pasal 16 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004, yakni:

a. Bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam pembuatan akta;

b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris;

c. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta;

d. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

e. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;

f. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam 1 (satu) buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari 1 (satu) buku dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan dan tahun pembuatan pada sampul setiap buku;

g. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak bayar atau tidak diterimanya surat berharga;

h. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;

i. Mengirimkan daftar akta atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) had pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

j. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akir bulan;

k. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang Negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

l. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris.

Selain mengatur mengenai kewenangan serta kewajiban Notaris dalam melaksanakan jabwatannya juga diatur mengenai larangan yakni diatur dalam Bab III Bagian Ketiga Pasal 17 Undang-undang Nomor 30 tahun 2004, yakni:

a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;

b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;

c. Merangkap sebagai pegawai negeri;

d. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara;

e. Merangkap jabatan sebagai akvokad;

f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Usaha Milik Swasta;

g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan Notaris;

h. Menjadi Notaris Pengganti; dan

i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.


5. Tempat Kedudukan, Formasi dan Wilayah Jabatan NotarisTempat kedudukan jabatan Notaris diatur dalam Bab IV Bagian Pertama Pasal 18 sampai dengan Pasal 20 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004. Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 mengatur bahwa Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota yang wilayah jabatannya meliputi seluruhwilayah provinsi dari tempat kedudukannya. Notaries dalam tempat kedudukannya harus memiliki satu kantor saja dan tidak berwenang secara teratur menjalankan jabatannya di luar tempat kedudukannya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 19 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004.  Berdasarkan Pasal 20 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004, Notaris dapat menjalakan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian dan ketidakberpihakan dalam menjalankan jabatannya.

Dalam hal penempatan Notaris di suatu wilayah juga harus memperhatikan formasi jabatan Notaris yang dimana hal tersebut diatur dalam Bab IV Bagian Kedua Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004. Berdasarkan Pasal 21 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 mengatur bahwa Menteri berwenang menentukan formasi jabatan Notaris pada daerah dengan mempertimbangkan usul dari Organisasi Notaris. Formasi Jabatan Notaris ditetapkan berdasarkan:

a. Kegiatan dunia usaha;

b. Jumlah penduduk; dan/atau

c. Rata-rata jumlah akta yang dibuat oleh dan/atau di hadapan Notaris setiap bulan.

Ketentuan mengenai formasi Jabatan Notaris ini akan diatur lebih lanjut dalam Perarturan Menteri. Hal tersebut diatur dalam Pasal 22 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004.